15 Juli 2007

Istilah-Istilah dalam Ilmu Hadits

Oleh maman_herry
Monday, 24 July 2006

Untuk memudahkan ikhwah dalam mengikuti kajian Bulughul Maram ini, ada baiknya kami berikan sedikit pemahaman mengenai istilah-istilah dalam ilmu hadits dan ushul fiqih.

Semoga bermanfaat


1. Hadits, Atsar dan MatanAshal arti hadits ialah omongan, perkataan, ucapan dan sebangsanya. Ghalibnya terpakai untuk perkataan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Jika disebut hadits Nabi, maka maksudnya ialah sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam. Terkadang disebut hadits Anas, umpamanya, maka maksudnya ialah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Anas. Sering juga dikatakan Hadits Bukhari, umpamanya, maka maksudnya ialah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitabnya.
Lafazh hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dinamakan matan hadits atau isi hadits.
Atsar ialah perkataan sahabat sebagaimana hadits perkataan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Terkadang omongan dari sahabat dikatakan riwayat.

2. Gambaran sanadSabda Nabi shallallahu alaihi wasallam didengar oleh sahabat (seorang atau lebih), kemudian mereka (sahabat) sampaikan kepada tabi’in (seorang atau lebih). Kemudian tabi’in sampaikan kepada orang2 generasi berikutnya. Demikianlah seterusnya, hingga dicatat hadits-hadits tersebut oleh Imam-Imam ahli hadits, seperti Malik, Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lain-lain.
Ketika meriwayatkan hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, Bukhari (misalnya) berkata bahwa hadits ini disampaikan kepada saya melalui seseorang, namanya A. Dan A berkata, disampaikan kepada saya dari B. B berkata, disampaikan kepada saya dari C, dan seterusnya sampai G (misalnya). G berkata bahwa diucapkan kepada saya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Menurut contoh ini, antara Nabi shallallahu alaihi wasallam dan Bukhari ada 7 orang (A - G). Adapun dalam sebuah sanad, tidak selalu ada 7 orang perantara. Bisa kurang dan bias lebih.

3. Rawi, Sanad dan MudawwinTiap-tiap orang dari A sampai G yang tersebut pada contoh diatas dinamakan Rawi, yakni yang meriwayatkan hadits. Adapun kumpulan rawi-rawi tersebut dinamakan Sanad, yakni sandaran, jembatan, titian, atau jalan yang menyampaikan sesuatu hadits kepada kita. Sanad terkadang disebut juga isnad.
Mudawwin artinya pembuku, pencatat, pendaftar, yaitu orang alim yang mencatat/membukukan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, seperti : Malik, Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll.



4. Shahabi (Shahabat) dan tabi’iG yang mendengar hadits dari Nabi shallallahu alaihi wasallam seperti contoh nomor 2 tersebut adalah sahabi (sahabat), dan F yang mendengar hadits dari G dan tidak berjumpa dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam disebut tabi’i.

5. Awal dan akhir sanadMenurut para ahli hadits, ada awal dan akhir dalam sebuah sanad. Awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah G. Jadi, orang yang memberitahu mudawwin (BUkhari, Muslim, dll) dinamakan awal sanad, dan G adalah akhir sanad.

6. Sifat-sifat RawiTiap-tiap orang dari rawi sebuah hadits haruslah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
  1. Bukan pendusta
  2. Tidak dituduh sebagai pendusta
  3. Tidak banyak salahnya
  4. Tidak kurang ketelitiannya
  5. Bukan fasiq
  6. Bukan orang yg banyak keraguan
  7. Bukan ahli bid’ah
  8. Kuat hafalannya
  9. Tidak sering menyalahi rawi-rawi yang kuat
  10. Terkenal
(Rawi yang terkenal adalah rawi yang dikenal oleh sedikitnya 2 orang ahli hadits di jamannya)

7. Bagaimana mengetahui sifat-sifat rawi?Setiap rawi hendaklah dikenal oleh sedikitnya 2 orang ahli hadits di zamannya masing-masing. Sifat masing-masing rawi pun hendaknya diterangkan oleh ahli hadits di masing-masing masanya.
Semua rawi-rawi hadits dari zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam hingga zamannya mudawwin dicatat oleh para Imam ahli hadits di zamannya masing-masing dan telah ada di kitab-kitab mereka dari zaman sahabi hingga zaman tabi’I dan dibawahnya. Tiap ulama ahli hadits di suatu masa telah mencatat tarikh lahir dan wafat para rawi tersebut untuk diketahui oleh orang-orang di bawah mereka. Tidak seorangpun dari rawi-rawi hadits yang terluput dari catatan para ulama hadits.
Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan maj-hul (tidak terkenal). Rawi-rawi yang maj-hul tidak diterima hadits yang diriwayatkan oleh mereka.
Diantara kitab yang menerangkan tarikh para rawi adalah sebagai berikut :
  1. Tahdzibuttahdzib (Ibn Hajar) – 12.460 nama rawi
  2. Lisanul mizan (Ibn Hajar) – 15.343 nama rawi
  3. Mizanul I’tidal (Adzdzahabi) – 10.907 nama rawi
  4. Al-I shabah (Ibn Hajar) – 11.279 nama sahabat
  5. Usudul Ghobah (Ibn Al Atsir) – 7.500 nama sahabat
  6. Attarikhul khabir (Imam Bukhari) – 9.048 nama rawi
  7. Al Fihrist (Ibnun Nadim)
  8. Al Badruththoli’ (As Syaukani) – 441 nama rawi
  9. Al Jarh wa atta’dil (Ibn Abi Hatim) – 18.040 nama rawi
  10. Ad Durarul Kaminah (Ibn Hajar) – 5.320 nama rawi
  11. Dan lain-lain.

8. Marfu’
Satu hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam oleh seorang rawi hingga sampai kepada ulama Mudawwin (BUkhari, muslim, dll) dinamakan hadits Marfu’, yaitu hadits yang riwayatnya sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Bila ada seorang ahli hadits mengatakan bahwa “hadits itu dirafa’kan oleh seorang sahabi”, misalnya Ibn Umar, maka maksudnya ialah Ibn Umar meriwayatkan hadits tersebut dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan bukan dari fatwanya sendiri.
Jika ada di kitab-kitab para ahli hadits “rafa’kan suatu hadits”, maka maksudnya untuk menunjukkan bahwa sanadnya sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan bukan hanya sampai sahabat saja. Bila ada perkataan “tidak sah rafa’nya”, maka sanadnya hanya sampai kepada sahabat saja.
Kalimat “marfu’ gholibnya’ dipakai untuk hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Bila ada perkataan “Bukhari tarjihkan rafa’nya”, berarti hadits tersebut ada yg menganggap marfu’ dan ada yg anggap mauquf, namun anggapan yang kuat adalah marfu’.

9. MaushulHadits yang sanadnya sampai kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan tidak putus dinamakan maushul atau mut-tashilus-sanad, yaitu yang bersambung dan tidak putus sanadnya. Perkataan maushul ini juga dipakai buat sanad atau riwayat atau atsar sahabat atau tabi’in yang tidak putus. Apabila ulama berkata bahwa Tirmidzi washalkan hadits itu, artinya Tirmidzi bawakan bagi hadits itu atau bagi atsar itu sanad yang tidak putus.

10. MauqufFatwa sahabat atau anggapan sahabat sendiri yang diriwayatkan kepada kita, dinamakan mauquf, yaitu sanadnya terhenti di sahabat dan tidak sampai ke Nabi shallallahu alaihi wasallam. Bila dalam satu perkataan yang dikatakan hadits, namun bila diperiksa sanadnya hanya terhenti sampai sahabat, maka dinamakan hadits mauquf.
Perkataan ulama misalnya bahwa hadits itu diwaqafkan oleh Tirmidzi, maka artinya bahwa Tirmidzi membawakan sanad yang hanya sampai kepada sahabat. Bila ada ulama yang mengatakan ‘mauqufnya lebih rajih’, maka artinya adalah hadits tersebut masih diperdebatkan sanadnya apakah ia marfu’ atau mauquf, namun yang lebih rajah (berat) adalah mauqufnya.

11. MursalApabila ada seorang tabi’I yang pastinya tidak bertemu Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata :”telah bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam…….”, maka apa yang diriwayatkan dinamakan hadits mursal, karena hadits tersebut dilangsungkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tanpa melalui perantara sahabat.

12. MudallasJika seorang perawi berkata bahwa ‘hadits ini dari si fulan’ atau ‘si fulan berkata’ atau ‘si fulan ucapkan’ dan lain-lain dengan tanpa kata ‘kepada saya’, maka perkataan-perkataan itu tidak menunjukkan dengan tegas bahwa si fulan telah menyampaikan kepadanya dengan langsung, karena bias jadi dengan perantaraan seseorang yang tidak dikenal/tidak terkenal. Hadits ini dinamakan hadits mudallas. Dan si perawi tersebut yang men-tadlis, dinamakan mudallis.

13. Maqthu’Hadits yang sanadnya hanya sampai kepada tabi’I atau yang dibawahnya dinamakan hadis Maqthu (dibawah hadits marfu yang sanadnya sampai ke Nabi shallallahu alaihi wasallam dan hadits mauquf yang sanadnya sampai kepada sahabat)

14. Munqathi’ dan Mu’dhalDi dalam satu sanad, jika gugur nama seorang rawi, selain sahabat, atau gugur dua orang rawi yang tidak berdekatan (maksudnya gugurnya dalam sebuah sanad berselang), maka sanad tersebut dinamakan munqathi’. Dan jika yang gugur adalah dua orang rawi yang berdekatan (tidak berselang / ditengah sanad), maka dinamakan Mu’dhal.

15. MudhtharibSebuah hadits yang dibawakan oleh seorang perawi dengan satu rangkaian/sanad, namun dia bawakan juga dengan sanad lain namun dengan makna yang berbeda. Atau dia bawakan sebuah hadits dengan satu sanad, namun dia bawakan juga hadits tersebut dengan sanad yang sama, namun dengan perubahan lafazh. Sehingga tidak dapat diputuskan mana yang harus digunakan. Ini adalah hadits mudhtharib, artinya guncang, lantaran tidak tetap.

16. MaqlubMaqlub artinya dibalik atau terbalik.
Misalnya, sebuah hadits berbunyi:”tangan dulu baru lutut”, sementara diriwayatkan oleh orang lain:”lutut dulu baru tangan”. Oleh karena terbaliknya di matan hadits, maka disebut maqlub fil matan.
Bila dalam sebuah sanad ditemukan nama misalnya Muhammad bin Ali, namun dalam hadits yang sama ditemukan nama Ali bin Muhammad, maka ini disebut maqlub fil sanad.

17. MudrajDiantara lafazh-lafazh hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, jika ditemukan terdapat tambahan-tambahan dengan maksud untuk menerangkan, tapi terbukti bukan berasal dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka tambahan ini dinamakan mudraj. Sementara pekerjaan menyelipkannya dinamakan idraj.
Idraj dalam matan disebut idraj fil matani. Idraj dalam sanad disebut idraj fil sanad.

18. Ma’lul, Mu’allal, Mu’talYaitu hadits yang terdapat didalamnya cacat yang tersembunyi. Namun bukan cacat2 biasa yang terdapat di point nomor 6 diatas, melainkan cacat yang hanya dapat dibuktikan dengan ketelitian dan tidak diketahui selain oleh orang yang sebenar-benar ahli hadits. Cacat tersebut dinamakan ‘illat, artinya penyakit.

19. Mu’allaqYaitu hadits yang diriwayatkan tanpa memakai sanad. Misalnya, “RAsulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda………” atau “Diriwayatkan dari Ibn Umar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam………” atau Bukhari meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam…….” Hadits mu’allaq ini kadang tidak disebut sanadnya oleh seorang ahli hadits karena hendak memperingkasnya, padahal sanadnya ada. Namun ada juga yang memang diriwayatkan begitu saja tanpa menggunakan sanad.

20. Maudhlu’ dan matrukHadits yang didalam sanadnya terdapat seorang pendusta dnamakan hadits maudhlu. Tau hadits yang dibuat oleh seseorang, namun dikatakan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Hadits yang didalam sanadnya terdapat seseorang yang dituduh sebagai pendusta dinamakan matruk. Orang yang tertuduh juga dikatakan matruk, artinya yang ditinggalkan/dibuang.

21. Syahid dan mutabi’Jika ada sebuah hadits, misalnya yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, namun ditemukan juga hadits lain yang maknanya sama namun diriwayatkan oleh sahabat yang lain, maka hadis ini dinamakan syahid (penyaksi). Namun bila ada sanad lain yang juga diriwayatkan oleh Ibn Abbas, maka hadits ini dinamakan mutabi’ (yang mengikuti/pengiring)

22. Mahfuzh dan syaadzJika diriwayatkan dua hadits shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang se-olah2 artinya berlawanan, maka yang lebih kuat dinamakan mahfuzh dan yang kurang kuat dinamakan syaadz.

23. Ma’ruf dan munkarJika diriwayatkan dua hadits lemah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang artinya berlawanan, maka yang lemah dinamakan ma’ruf, sementara yang lebih lemah lagi dinamakan munkar.

24. Mutawatir, Masyhur, ‘aziz dan gharibHadits mutawatir adalah hadits yang memiliki banyak sanadnya (lebih dari 3)
Hadits Masyhur adalah hadits yang memiliki se-kurang2nya 3 sanad
Hadits ‘aziz adalah hadits yang memiliki se-kurang2nya 2 sanad
Hadits Ahad adalah hadits yang memiliki hanya 1 sanad.

25. Hadits QudsiYaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak tercantum dalam Al-Quran. Diriwayatkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam namun tidak dimasukkan dalam Al-Quran. Dalam hadits qudsi pun juga dikenal istilah shahih, dha’if dan lain-lain.

26. Dha’ifYaitu sebuah hadits yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat hadits shahih, juga hadits hasan. Hadits ini menjadi dha’if juga dikarenakan ketidaksesuaian yang terdapat didalam sanadnya.

27. Shahih dan hasanYaitu hadits yang seluruh rawi dalam sanadnya sudah memenuhi syarat seperti tercantum di point 6 diatas. Hadits shahih wajib digunakan sebagai dasar hukum dan amal. Beberapa hadits shahih walaupun kelihatan seperti bertentangan, namun bila diteliti akan ditemukan persamaanya, karena tidak mungkin ada 2 hadits shahih yang bertentangan. Dan, hadits shahih tidak mungkin bertentangan dengan Al-Quran. Kalau kita berfikir, bahwa sebuah hadits sanandnya shahih, mana mungkin matannya buruk?

28. Sifat rawi yang lemah Sebuah hadits tidak akan dianggap shahih bila didalam sanadnya terdapat seorang rawi yang lemah. Sifat2 lemah tersebut antara lain :
  1. Pendusta, pembohong
  2. pemalsu
  3. lembek
  4. jelek hafalannya/pelupa
  5. munafiq
  6. dan lain-lain

29. Musnad dan sunanSebuah kitab yang urutan penulisannya berdasarkan perawi, maka disebut kitab musnad. MIsalnya Kitab musnad Ahmad, maka sistematika penulisannya berdasarkan pasal perawi, misalnya Pasal Ibn Abbas, Pasal Ibn Umar, dst.
Sementara, kitab yang yang urutannya didasarkan pada fiqh, maka disebut kitab sunan. MIsalnya kitab sunan Abu dawud, maka sistematika penulisannya berdasarkan ilmu fiqh, misalnya thaharah, shalat, jinayah, dst.

30. Sunnah RAsulullah shallallahu alaihi wasallamYang dikatakan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam itu terdiri dari 3 perkara, yaitu :
  1. Sabdanya
  2. Perbuatannya
  3. Perbuatan atau perkataan orang lain yang dibiarkannya.
Inilah yang disebut qauluhu, fi’luhu dan wataqriruhu

09 Juli 2007

ORANG MUKMIN TERCIPTA PENUH COBA

Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halaby

Terdapat riwayat yang shahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam
bersabda :

"Artinya : Sesunguhnya seorang mukmin tercipta dalam keadaan Mufattan
(penuh
cobaan), Tawwab (senang bertaubat), dan Nassaa' (suka lupa), (tetapi)
apabila diingatkan ia segera ingat". [Silsilah Hadits Shahih No. 2276].

Hadist ini merupakan hadits yang menjelaskan sifat-sifat orang mukmin,
sifat-sifat yang senantiasa lengket dan menyatu dengan diri mereka, tiada
pernah lepas hingga seolah-olah pakaian yang selalu menempel pada tubuh
mereka dan tidak pernah terjauhkan dari mereka.

Mufattan
Artinya : "Orang yang diuji (diberi cobaan) dan banyak ditimpa fitnah.
Maksudnya : (orang mukmin) adalah orang yang waktu demi waktu selalu diuji
oleh Allah dengan balaa' (bencana) dan dosa-dosa". [Faid-Qadir 5/491].

Dalam hal ini fitnah (cobaan) itu akan meningkatkan keimanannya,
memperkuat
keyakinannya dan akan mendorong semangatnya untuk terus menerus
berhubungan
dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebab dengan kelemahan dirinya, ia
menjadi
tahu betapa Maha Kuat dan Maha Perkasanya Allah, Rabb-nya.

Menurut sebuah riwayat dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim,
sesungguhnya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Perumpamaan orang mukmin ibarat sebatang pokok yang lentur
diombang-ambing angin, kadang hembusan angin merobohkannya, dan
kadang-kadang meluruskannya kembali. Demikianlah keadaannya sampai ajalnya
datang. Sedangkan perumpamaan seorang munafik, ibarat sebatang pokok yang
kaku, tidak bergeming oleh terpaan apapun hingga (ketika) tumbang,
(tumbangnya) sekaligus". [Bukhari : Kitab Al-Mardha, Bab I, Hadist No.
5643,
Muslim No. 7023, 7024, 7025, 7026, 7027].

Ya, demikianlah sifat seorang mukmin dengan keimanannya yang benar, dengan
tauhidnya yang bersih dan dengan sikap iltizam (komitment)nya yang
sungguh-sungguh.

Tawaab Nasiyy
Artinya : "Orang yang bertaubat kemudian lupa, kemudian ingat, kemudian
bertaubat". [Faid-Al Qadir 5/491].

Seorang mukmin dengan taubatnya, berarti telah mewujudkan makna salah satu
sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu sifat yang terkandung dalam
nama-Nya
: Al-Ghaffar (Dzat yang Maha Pengampun). Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman.

"Artinya : Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang
bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang
benar".
[Thaha : 82].

Apabila Diingatkan, Ia Segera Ingat.

Artinya : "Bila diingatkan tentang ketaatan, ia segera bergegas melompat
kepadanya, bila diingatkan tentang kemaksiatan, ia segera bertaubat
daripadanya, bila diingatkan tentang kebenaran, ia segera melaksanakannya,
dan bila diingatkan tentang kesalahan ia segera menjauhi dan
meninggalkannya" .

Ia tidak sombong, tidak besar kepala, tidak congkak dan tidak tinggi hati,
tetapi ia rendah hati kepada saudara-saudaranya, lemah lembut kepada
sahabat-sahabatnya dan ramah tamah kepada teman-temannya, sebab ia tahu
inilah jalan Ahlul Haq (pengikut kebenaran) dan jalannya kaum mukminin
yang
shalihin.

Terhadap dirinya sendiri ia berbatin jujur serta berpenampilan luhur,
sedangkan terhadap orang lain ia berperasaan lembut dan berahlak mulia,
bersuri tauladan kepada insan teladan paling sempurna yaitu Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah diberi wasiat oleh Rabb-nya
dengan
firman-Nya :

"Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka .....". [Ali Imran : 159]

Inilah sifat seorang mukmin. Ini pula jalan hidup serta manhaj
perilakunya.

[Majalah Al-Ashalah edisi 15, Th III 15 Dzul Qa'dah 1415H]

Ilmu dalam islam

Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah

Bismillaahirrahmaanirrahiim



Pandangan Islam Terhadap Ilmu


Terpisahnya Ilmu Agama dan Ilmu Umum dewasa ini dengan mudah
dapat terlihat dari terpisahnya lembaga pendidikan agama dan
pendidikan umum. Di Indonesia misalnya kita mengenal Pondok
Pesantren atau PGA dan IAIN sebagai institusi yang mengajarkan
ilmu agama, sedangkan SD, SMP, SMA dan Universitas sebagai
institusi yang mengajarkan ilmu umum.

Islam sebetulnya tidak mengenal adanya pemisahan antara ilmu
agama dan ilmu umum, karena didalam Islam terdapat pola
hubungan dan peranan yang saling terkait antara keduanya.

Ilmu menurut Islam tidak dapat dipisahkan dari sumbernya.
Sumber ilmu tersebut adalah Al-'Alim (Maha Tahu) dan Al-Khabir
(Maha Teliti). Hal ini dijelaskan dalam Al-Quranul Karim pada
surat Al An'aam ayat 59: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan,
dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).

Karena sumber ilmu itu adalah Allah dan karena La-khaliqa-
illa-Allah, maka ilmu itu disampaikan kepada manusia melalui
dua jalur. Jalur pertama, disebut sebagai Atthariqah Ar-
rasmiah, yaitu jalur formal/resmi. Ilmu yang disampaikan
melalui jalur ini adalah ilmu formal sering disebut sebagai
revelation (wahyu). Karena ilmunya ilmu formal, maka
pembawanya juga merupakan pembawa formal yaitu Ar-rusul (
rasul). Objek dari ilmu formal ini disebut Al-ayat Alqauliyah
yang redaksinya juga formal (tidak ditambahi/dikurangi atau
dirobah). Tujuan dari ilmu formal ini adalah minhaj-ul hayah
(Pedoman Hidup). Dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dijelaskan :
Kitab (Al-Quran) ini tiada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa. Karena sudah dijelaskan bahwa Al-Quran
itu tiada keraguan didalamnya, maka nilai kebenaran yang
dikandung oleh Al-Ayat-Alqauliyah ini adalah nilai
Al-haqiqat Al-mutlaqah (kebenaran mutlak).

Jalur kedua, disebut sebagai Atthariqah ghairu rasmiah (jalur
informal). Pada jalur ini ilmu itu disampaikan melalui ilham
(inspiration) secara langsung dan siapapun bisa mendapatkannya
sesuai dengan iradat-Allah. Objek dari ilmu informal ini
adalah Al-ayat Alkauniah dan tujuannya adalah wa sailul hayah
(perbaikan sarana hidup). Adapun nilai kebenaran ilmu yang
diperoleh pada jalur ini disebut sebagai Al-haqiqah
attajribiah (kebenaran eksperimental) atau empiris.

Walaupun jalur memperolehnya berbeda namun pada dasarnya
kedua jalur ini saling berkaitan satu dengan lainnya. Al-ayat
Alqauliyah merupakan isyarat ilmiah terhadap Al-ayat
Alkauniyah, sedangkan Al-ayat Alkauniyah merupakan Al-burhan
(memperkaya penjelasan) terhadap Al-ayat Alqauliyah. Kedua
jalur ini akhirnya bermuara pada kemaslahatan manusia.

Pada dasarnya Al-ayat-Alqauliyah yang tertera didalam Al-Quran
sekurang-kurangnya memiliki 3 macam isyarat. Pertama, disebut
isyarat ilmiah, yang memerlukan sikap ilmiah (riset) untuk
mendalaminya. Kedua, disebut isyarat ghaibiyah (gaib), yang
memerlukan sikap beriman untuk memahaminya. Dan ketiga,
disebut sebagai isyarat hukmiyah (hukum) yang memerlukan sikap
kesediaan untuk mengamalkannya. Kadang-kadang sering terjadi
kerancuan dalam bersikap terutama dalam menangkap ketiga jenis
isyarat tersebut. Misalnya isyarat hukmiyah ditanggapi secara
ilmiah, contohnya larangan memakan babi. Sering kita terjebak
dengan membuang-buang waktu untuk melakukan riset tentang babi
ini dalam kerangka membuktikan larangan Allah tersebut. Yang
jelas ada atau tidak ada hasil riset tentang babi itu larangan
memakan babi itu tetap adanya. Begitu juga isyarat ghaibiyah.
Walaupun sudah dijelaskan didalam Al-Quran bahwa tentang yang
ghaib ini pengetahuan manusia terbatas pada apa yang
disampaikan Allah didalam Al-Quran, tetapi masih ada orang
yang mencoba melakukan riset (me reka-reka) tentang isyarat
gahibiyah ini. Dan yang lebih parah lagi begitu banyaknya
isyarat ilmiah di dalam Al-Quran, namun sikap ilmiah dalam
memahami isyarat ini tidak muncul sehingga ummat Islam
tertinggal dalam memahami Al-ayat Alkauniyah.

Demikianlah salah satu topik pembicaraan yang disampaikan oleh
Bang Ihsan Tanjung tentang ilmu didalam Islam (yang terekam
oleh penulis) sewaktu beliau berada di Pittsburgh.

Jika ada kekurangan ataupun penambahan dari yang aslinya, maka
semua itu datang dari penulis sendiri.

Wabillahi taufiq wal-hidayah.

Wassalam,


(Chairil A. Said)